Semua yang
tertanam masih ada kemungkinan akan tercerabut. Semua yang tersembunyi cepat
atau lambat akan terlihat. Maka bukalah topengmu , tampakkan wajahmu dengan
percaya dirimu. Hancurkan kesombongan-kesombongan yang menguasai hatimu.
Hempaskan dendam setinggi-tingginya kemudian pukullah sekeras-kerasnya sampai
ia hilang tertelan bumi.
Runtuhkanlah
egomu dan akhiri segala dendam yang selama ini kau tanam. Seperti ranjau
yang apabila terinjak akan meledak saat itu juga, aku tak ingin melihat kau terluka berdarah-darah. Kalaupun luka itu ringan, kau pasti tak akan pernah
menginjakkan kaki di tempat yang sama—tempat yang di dalamnya memendam senjata
mematikan.
Aku melihat
semangat yang kau bangun mulai memudar. Terhapus oleh keangkuhan dan keegoisan
yang makin menjadi-jadi. Wajah yang penuh amarah menjadi pandangan wajib
tatkala kau ‘harus’ bertatap muka dengan manusia-manusia itu. Harusnya kau
mampu menahan amarahmu dan memberikan sedikit sunggingan senyummu untuk mereka;
yang sudah berjuang keras untuk membahagiakanmu, yang sudah bekerja ekstra
untuk menuruti semua maumu, yang sudah melakukan semua inginmu, meski dengan
hasil yang jauh dari apa yang kau harapkan, tapi setidaknya mereka sudah
berusaha, kan?
Harusnya kau
mampu menjadi pribadi yang toleran. Berilah mereka sedikit celah untuk melihat
dunia yang mereka cita-citakan sewaktu kecil. Berilah mereka motivasi untuk
menggapai mimpi yang selalu mereka selipkan dalam ingatan terdalam. Berilah
mereka kesempatan untuk mengembangkan apa yang menjadi bakat terpendam mereka. Bukan dengan memaksa mereka untuk selalu mengikuti apa saja yang kau suka;
mencengkeram mereka untuk masuk dalam sarangmu.
Mari kita saling
menghargai, bukan menginjak-injak harga diri. Bukankah kau sendiri yang selalu
mengatakan itu berulang-ulang, yang selalu aku rekam dalam ingatan sampai saat
ini. Ah, mungkin kau sudah lupa semuanya. Lupakan saja.
Komentar