Sore mengingatkanmu tentangnya. Dia yang hadir membawa setitik keindahan yang sulit dijelaskan. Keindahan yang tercipta dalam diam. Kalian tidak pernah berbicara, hanya saling lempar senyum saat berpapasan. Bagimu sudah cukup.
Maka sore adalah waktu yang tak akan kau lewatkan
begitu saja. Kau selalu menyempatkan melewati jalan yang biasa kau lewati. Berharap yang kau cari ada disana.
Detak jantungmu meningkat begitu
sosoknya mulai terlihat. Kau ingin berbalik dan mengurungkan untuk menyapanya.
Tapi itu tak akan kau lakukan. Bagimu beberapa detik di sampingnya—meski hanya
sesaat, adalah kebahagian yang barangkali sulit terulang. Kau tak
selamanya bisa bertemu dengannya, kan?
Langkahmu semakin cepat saat dia semakin dekat. Berharap dia tidak melihat wajahmu yang tetiba malui. Kau ingin situasi ini
segera berlalu. Namun di sisi lain kau mengharapkan waktu melambat dan mengabadikan
senyummnya yang membuatmu tak bisa terlalu lama melihat.
Kenapa kau jadi seaneh itu? Mungkin kau terlalu pemikir. Harusnya kau bersikap biasa saja. Bertingkah santai menikmati
waktu yang mengalir.
Jantungmu berdesir begitu senyumnya terukir. Kau membalas tanpa perlu berfikir. Kau bertekad untuk memulai
menyapa. Mencoba mengeluarkan kata-kata yang kau rancang sedemikian rupa. Niatmu mengeluarkan suara. Sialnya hanya gumam yang terdengar. Dia hanya diam mengamati. Mungkin mencoba membaca gerak bibir yang
mengucap. Sementara kau malah semakin tergagap.
Beberapa detik kemudian dia sudah melewatimu. Harapanmu untuk sekedar mendengar suaranya sirna. Kau memang terlalu pengecut untuk sekedar menyapa “dari mana?” dan semacamnya. Kau gagal mendengar suaranya kali ini. Semoga
bisa di lain saat.
Kau melihat punggungnya menjauh.
Beberapa saat kemudian dia melihat ke belakang. Tersenyum lagi, kearahmu. Dari jauh bibirnya seperti mengucap sesuatu. Entah itu
apa.
Barangkali jawaban dari apa yang sebelumnya kau utarakan. Kau hanya bisa mengira.
--Buka-buka folder di laptop nemu tulisan ini. Entah ditulis kapan :D
Komentar