Lipatan waktu membawaku pada satu potongan kisah. Di sana aku berdiri memandang rumah bambu sederhana. Hanya berteman diam. Aku mulai melangkah menyusuri setiap jalan setapak demi setapak sambil sesekali menoleh ke belakang. Memastikan semuanya baik-baik saja. Potongan gambar beberapa wajah masih mengusik. Raut wajah mereka begitu tenang tapi guratan-guratan kecil di wajahnya memendam sebuah pengharapan yang besar. Aku tersenyum simpul kepada potongan gambar-gambar itu, seolah meyakinkan bahwa semuanya akan berjalan dengan semestinya. Meski kemudian beberapa kali kakiku terantuk batu. Aku sadar-sesadar sadarnya jalanan di depan sangat panjang. “Pergilah” kemudian energi yang sangat besar mendorongku berlari. Seperti tangan besar yang tak terlihat. Aku tak tau sesuatu apa yang mendorongku bejalan sampai sejauh ini. Mungkin manifestasi dari doa-doa itu. Aku sampai pada tempat yang aku sendiri belum tau pasti apakah disini semuanya digantungkan. Janji-janji surga ...