Langsung ke konten utama

Kerfridei

Awali hari dengan semangat (halah mung slogan tok). Hari minggu bukan buat malas-malasan. Belum genap matahari ngeksis saya sudah siap-siap mau ke gereja Car Free Day. Sudah lama saya tidak mengunjungi kantong-kantong hiburan di kota solo semacama Car Free Day ini. Sepeda yang kebetulan nganggur saya bawa. Bodo amat itu punya siapa. Semoga yang punya tidak kelabakan mencarinya. Toni menolak diajak, sepertinya masih capek efek pengembaraan Solo-Semarang dengan kawan-kawan HW UMS.

Dengan pakaian seadanya, celana dan jaket chelsea, saya mulai menyusuri kota Solo pagi hari. Niatnya mau pake pakaian yang agak kerenan dikit sih tapi saya tidak mau dianggap pasukan berani mbribik yang numpang eksis di jalanan. Toh, niat saya ke CFD cuma numpang lewat, cari bahan tulisan di blog (buktinya adalah tulisan ini) dan mampir warung makan. Terlepas dari itu saya mencoba merenungi slogan 'mensana in corpore sano', di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat, dengan melakukan olahraga genjot sepeda hahaha. Akhir-akhir ini saya sering terlalu cepat capek. Sepertinya butuh olahraga.

Bersepeda mengingatkan saya pada bapak. Bapak penggemar berat sepeda sebagai sarana transportasinya. Ya karena cuma sepeda tua itu yang beliau punya. Bila mau ke pasar biasanya saya dibonceng di belakang. Sepeda bapak punya ciri khas. Bunyi krincing-krincig dari bagian pedal yang lepas. Jika kau berada di kampungku dan mendengar suara krincing-krincing maka hampir bisa dipastikan itu bapak.

Uniknya, meski sepedanya sudah dimakan usia bapak tidak pernah mau menggantinya. Dari yang pernah saya dengar sepeda itu punya sejarah sendiri bagi bapak. Punya kenangan tersendiri. Warna pada body sepeda yang sudah memudar dipoles dengan cat. Iya dengan cat biasa. Dicat dengan kuas sesuai dengan kemauanya sendiri. Dan itu dilakukan berulang-ulang jika cat sudah mengelupas. "Ben ngejreng" kata bapak dengan tersenyum jika ada yang menyinggungnya.

Momen bapak mengayuh sepeda merupakan titik. Titik dimana saya diajarkan untuk berusaha menaklukan jalan yang menanjak atau terjal dengan kayuhan semangat yang tiada habis. Semakin kuat kau mengayuh, semakin cepat kau sampai pada tujuan (baca: kesuksesan) itu yang mungkin ingin disampaikan bapak dalam setiap gerak roda sepeda. Kristalisasi keringat dan cara hidup sederhana, barangkali itu yang membuat saya kagum pada bapak sampai saat ini.
 
Entah sudah berapa ribu kayuhan saya sudah sampai di TKP. Hal yang pertama terbesit di benak saya, Car Free Day ternyata rame. -__- Saya siapkan kamera, maksudnya kamera hape untuk mengambil beberapa gambar yang sekiranya bisa saya share di blog.
Yang depan tabrak aja dek.. :v

Ini nama permainannya apa ya?

Ini nih, permainan berjalan dengan batok kelapa. Dari dulu saya tidak pernah lulus kalau main ini. Lha wong kalau main mesti kaki udah pegel duluan sebelum jalan. pas jalan, eh talinya putus. Kalau tidak talinya yang putus, batoknya yang pecah. Apes tenan.


Perhatikan anak putri yang memegang papan dakon dan anak putra yang sedang bermain dakon.



Bisa dilihat anak-anak itu memainkan permainan tradisional, dakon. Beberapa terlihat asyik bermain dengan papan dakonnya. Lihat saja anak yang memegang papan dakon dan diterbang-terbangkan layaknya motor-mabur. Beberapa lainnya memainkannya dengan khusyuk. Sayangnya mainnya cuma sendiri haha. Padahal untuk bisa menjalankan permainan dakon ini diperlukan minimal dua orang. Berarti lebih dari dua boleh? Kalo lebih dari dua suruh yang lebih itu berjejer di sekelilingh pemain, jadilah pandu sorak.
 
Dulu masa saya SD, dakon begitu lekat dalam kehidupan saya sebagai anak-anak. media bermainnya sangat sederhana, bermodal lantai depan rumah, kapur oleh-oleh dari sekolah serta batu kerikil dari kali belakang, permainkan dakon bisa terselenggara. 

Hati-hati lho mas ularnya digigit..

Oalah, ternyata sedang ngerubungin Sanca kembang toh? Kirain bagi-bagi es teh gratis. Oh.. Saya jadi teringat Sanca kembang yang dulu ada di Mako HW, sekarang apa kabar dia?

"Menarilah dan terus bernyanyi.. " Kog cuma nyanyi dek, narinya mana??

Kayaknya ini grup rebana dari sekolah apa gitu. Lagu laskar pelangi dibalut dengan nuansa rebana cukup membius saya beberapa saat. Terlebih adeknya juga cantik-cantik hahaha.

"Kamu gayanya yang bener, itu mau di foto mas-masnya" kata si bapak.
Bolanya jangan dimakan pak..

Lama saya tidak bermain tenis meja. Mau njajal ikut main tapi kog yang main bapak-bapak semua. Niat saya urungkan.
Ayo goyang dumang...
 
Suaranya kurang keras mbak.. hehe

Forum Lingkar Pena mengadakan baca-baca puisi. Sekali lagi ini mengingatkan saya dengan masa dulu. Saya sempat ingin masuk menjadi anggota FLP hanya saja ada suatu alasan yang akhirnya membatalkan niat itu. Pembacaan puisi sangat menarik, bergilir maju ke depan. Latihan sekaligus asah mental. Hanya saja yang melihat komunitas ini tidak terlalu banyak. Di samping saya ada seorang bapak-bapak yang sepertinya sangat tertarik dengan komunitas ini. beliau turun dan mengatakan ingin membacakan puisi Chairil Anwar.

"Saya kagum dengan anak muda sepeeti Anda" beliau memulai perkenalan. Dari sana saya tahu bahwa bapak yang dari tadi bersama saya itu adalah seorang mantan lurah. "Saya penggemar berat Chairil Anwar". Kemudian beliau membacakan puisi berjudul aku. "Puisi ini diciptakan Chairil Anwar saat mendapat teror dari penjajah" katanya menjelaskan. Yang hadir khusyuk mendengarkan si Bapak. Terakhir si Bapak yag mantan lurah itu meminta izin membacakan puisi berjudul Doa.

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi
Mau ada pertandingan terbuka mas?

Saya dikejutkan dengan segerombolan anak-anak Tapak Suci. Pendekar juga pengen ngeksis toh? haha. saya sempat berharap bertemu dengan Pak Arma, Eva atau Reissa. Bukan apa-apa, dari awal saya masuk ke arena CFD saya belum ketemu satu orang pun yang saya kenal. seolah-olah saya berada di peradaban lain yang benar-benar terasing. Padahal saya yakin banyak mahasiswa UMS yang berkeliaran disini, hanya saja mungkin saya tidak menyadarinya. Sebelumnya ada ding mahasiswa UMS yang ketemu saya. Sempat ngobrol sebentar. Dia memang mengenal saya, tapi saya betul-betul lupa dia siapa. Untungnya dia tidak mengucapkan "Hayooo wes lali mesti" mati kutu lah saya. 

Cek Kesehatan Gratis

Opo iku rame-rame?

Mau dong dipijit mbaknya... ahahaha
Lha iki koyo mantenan

"Aduh... mumet aku dadi baby sitter"

Nahhh.. di CFD saya ketemu dengan makhluk ini. Itu lho yang baju belang macam jerapah tapi ini versi mini.Hahaha. Ya meski cuma beberapa hitungan detik setidaknya dia menggugurkan nazar saya jika belum bertemu dengan mahasiswa UMS saya tidak akan pulang. Hahaha.

Oke. itu saja catatan perjalanan saya hari ini. Cerita juga perlu batas, kan? Bye....

Oh iya, Selamat Ulang Tahun yang ke 270, Solo. Keep Spirit Of Java.


Ruang persegi, 15 Februari 2015. 12.39 WIB

Komentar

Rekomendasi

Tuhan-Tuhan Kecil

Sebagian manusia dengan segala kelebihannya sadar atau tidak menjelma menjadi Tuhan-Tuhan kecil. Mengatur seenak hati, segala omongannya harus dituruti, dan antikritik. Mengklaim apa yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran dan harus diyakini,diperhatikan,diamalkan. Tanpa mereka sadar bahwa manusia punya banyak kekurangan. Orang-orang seperti ini selalu mengedepankan ego. Ingin selalu didengarkan, ingin selalu diperhatikan, ingin ditempatkan diposisi tertinggi. Tapi disaat bersamaan mereka menutup telinga dari pembicaraan orang luar, acuh terhadap sekitar dan menginjak-injak harga diri orang lain. Bicara masalah perasaan tapi menyakiti perasaan manusia lainnya. Ada semacam inkonsistensi disini. Mungkin mereka lupa bahwa bukan cuma mereka yang memiliki perasaan. Orang lain juga. Antikritik. Mungkin karena pandangan subyektifnya merasa benar maka segala tindak tanduknya dianggap juga benar. Ketika ada teguran dianggap angin lalu saja. Yang lebih parah adalah ketika dit...

Sore Kala Itu

          Sore mengingatkanmu tentangnya. Dia yang hadir membawa setitik keindahan yang sulit dijelaskan. Keindahan yang tercipta dalam diam. Kalian tidak pernah berbicara, hanya saling lempar senyum saat berpapasan. Bagimu sudah cukup. Maka sore adalah waktu yang tak akan kau lewatkan begitu saja. Kau selalu menyempatkan melewati jalan yang biasa kau lewati. Berharap yang kau cari ada disana. Detak jantungmu meningkat begitu sosoknya mulai terlihat. Kau ingin berbalik dan mengurungkan untuk menyapanya. Tapi itu tak akan kau lakukan. Bagimu beberapa detik di sampingnya—meski hanya sesaat, adalah kebahagian yang barangkali sulit terulang. Kau tak selamanya bisa bertemu dengannya, kan? Langkahmu semakin cepat saat dia semakin dekat. Berharap dia tidak melihat wajahmu yang tetiba malui. Kau ingin situasi ini segera berlalu. Namun di sisi lain kau mengharapkan waktu melambat dan mengabadikan senyummnya yang membuatmu tak bisa terlalu la...

Senandika

Semua yang tertanam masih ada kemungkinan akan tercerabut. Semua yang tersembunyi cepat atau lambat akan terlihat. Maka bukalah topengmu , tampakkan wajahmu dengan percaya dirimu. Hancurkan kesombongan-kesombongan yang menguasai hatimu. Hempaskan dendam setinggi-tingginya kemudian pukullah sekeras-kerasnya sampai ia hilang tertelan bumi.   Runtuhkanlah egomu dan akhiri segala dendam yang selama ini kau tanam. Seperti ranjau yang apabila terinjak akan meledak saat itu juga, aku tak ingin melihat kau terluka berdarah-darah. Kalaupun luka itu ringan, kau pasti tak akan pernah menginjakkan kaki di tempat yang sama—tempat yang di dalamnya memendam senjata mematikan.  Aku melihat semangat yang kau bangun mulai memudar. Terhapus oleh keangkuhan dan keegoisan yang makin menjadi-jadi. Wajah yang penuh amarah menjadi pandangan wajib tatkala kau ‘harus’ bertatap muka dengan manusia-manusia itu. Harusnya kau mampu menahan amarahmu dan memberikan sedikit sunggingan seny...