KENAIKKAN HARGA BBM DAN
KUALITAS IBADAH
Oleh:
Muflikhin
Mahasiswa
biasa yang sok aktif
Darurat.. BBM naik
menjadi 8500!! Kata seorang teman. Segera kubuka google dan searching terkait
BBM. Benar saja, BBM naik 2000 rupiah, senilai parkir di depan Toga Mas atau 2
bungkus nasi kucing di warung HIK.
Saya sebagai mahasiswa kostan tentu
saja merasa kecewa dengan kenaikan harga BBM ini. Uang segitu sangat berharga
bagi kami, terlebih pas akhir bulan. Mungkin bagi mereka para pejabat yang
duduk di kursi empuk sampai terkantuk-kantuk uang 2000 tidak punya nilai. Tapi jumlah
yang sekian itu sangat bernilai bagi kami. Senilai 4 gorengan.
“Lho yang saya tau
bukan kenaikkan, cuma akan terjadi
penyesuaian harga”
Iya, penyesuaian itu
kan bahasa halusnya. Intinya ya sama.
Intinya BBM naik.
Penyesuaian, kebijakan, atau apalah namanya hanya bahasa untuk meredam emosi masyarakat.
Bahasa memang terkadang membingungkan, terlebih bagi golongan seperti saya. Dikatakan penyesuaian,
apanya yang disesuaikan? Dompetnya saja tidak mampu menyesuaikan diri
sebagaimana layaknya dompet—sebagai penyimpan uang. Karena uang yang di didapat
selalu habis terlebih dahulu untuk keperluan hidup sebelum sempat merasakan hangatnya
dekapan dompet. Maaf, nggak nyambung.
Yang tidak punya
kendaraan bermotor nggak usah bahagia dulu yes.
Karena naiknya BBM akan menyebabkan efek berantai. Terserah mau rantai yang
terbuat dari baja, besi, alumunium atau plastik. Sama saja. Harga-harga akan
berpartisipasi menyemarakkan kegiatan ‘mabur
bareng’ alias melambungkan harga
secara berjamaah. Mulai dari tarif angkot sampai tarif becak (yang notabene
nggak pake BBM) semua ‘menyesuaikan’ harga.
Harga-harga kebutuhan
pokok bahkan ikut melambung sebelum BBM belum resmi dinaikkan. Gabah, beras,
katul, sampai karung-karungnya. Jadi yang punya onthel nggak usah sok-sok-an mendukung karena yang naik bukan hanya
BBM (Bahan Bakar Minyak) tapi juga BBM (Bahan Bakar Manusia) Hehe. Bukan hanya manusia yang berkantong tipis saja
yang akan sengsara tapi juga ayam-ayam peliharaan mereka juga akan terancam
kehidupannya karena biaya yang sebenarnya untuk membeli katul terpaksa dialihkan
untuk menghidupi keluarga.
Dan saat keuangan sudah
sangat kritis sementara pemasukkan tetap itu-itu aja. Ada kemungkinan si ayam
akan dikorbankan pertama; dimakan (maksudnya disembelih dulu, dicabuti bulunya,
dipotong-potong kemudian digoreng atau disangrai. Saya yakin Anda faham maksud
saya), atau dijual (dalam arti sebenarnya). Tragis, kan? (Sengaja biar terkesan
dramatis)
Kembali ke masalah
awal. Keputusan Presiden menaikkan harga BBM memunculkan berbagai macam reaksi
dari masyarakat. Banyak yang sepakat dengan berbagai alasan
(alasaaaaaaaannnnnn) tapi tidak sedikit pula yang menolak. Media penuh dengan
berita demo penolakkan kenaikan harga BBM (Tentu saja dengan pemberitaan yang
berbeda-beda sesuai dengan kepentingannya masing-masing). Di pertigaan Gladak
Solo saja sudah beberapa kali Mahasiswa maupun Aliansi Masyarakat melakukan
protes kebijakan (yang tidak bijak) Presiden menaikkan harga BBM (Beritanya
cari sendiri yaa..).
Mereka menggelar aksi
dan orasi mendesak harga BBM turun. Teriakkan-teriakkan mereka lantang dan
keras. Para pengemudi mobil-mobil mewah yang dipaksa macet menghujat dalam
hati. Mengeluarkan kekesalan. Menggebrak-gebrak kemudi karena mau putar balik
eh udah ditutup oleh masa aksi. Kesiaan.
Tak jauh dari sana satu
sosok tegap berdiri gagah tepat di tengah pertigaan Gladak. Tangannya memegang
pistol dan diacungkan ke atas seolah hendak menembak langit. Tapi masa aksi tak
gentar. Menolak tunduk dan bangkit melawan karena diam adalah kehancuran dan mundur adalah pengkhianatan. Tenang..
tenang... Itu patung pahlawan. Hehe.
Ceritanya itu saja.
Saya mau mengakhiri
tulisan ini tapi saya bingung mau mengakhiri bagaimana. Oke begini saja. Selalu
ada hikmah dalam setiap kejadian. Dibalik kenaikkan harga BBM mungkin ada
pelajaran yang bisa kita ambil. Bukan berarti sepakat dengan kenaikkan harga BBM
tapi saya hanya ingin mengambil sebuah hikmah yang terselip dibalik teriakkan-teriakkan
para demonstran. Dibalik keluhan para pedagang yang kebingungan mengotak-atik harga. Dibalik wajah-wajah
lelah kepanasan tukang becak di seberang jalan.
Barangkali usaha kita
kurang maksimal. Barangkali kenaikkan harga BBM merupakan isyarat Tuhan kepada
kita bahwa kualitas ibadah kita perlu ditingkatkan. Barangkali doa kita agar
harga BBM tidak naik, kalah kuat dengan doa mereka yang sangat mengharapkan
harga BBM segera naik. Barangkali....
Akhirnya saya berharap
semoga besok tidak hujan...
Komentar