Oleh : Muflikhin | G000120098
Media sosial
Teknologi
berkembang sangat cepat. Arus informasi bisa dengan mudah di dapat. Hanya
dengan modal gadget kita bisa mengakses informasi dimanapun dan kapanpun sesuai
kebutuhan. Kabar dari belahan bumi bagian manapun bisa kita peroleh dengan satu
ketukan. Segala informasi tersedia. Rasa penasaran akan sesuatu bisa tersalurkan
hanya dengan mengucap “Ok google”.
Media sosial menjamur. Sebuah media daring, dengan para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, jejaring sosial, wiki,
forum dan dunia virtual
(Wikipedia.org). Dengan platform yang berbeda, kesemuanya
memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing. Mereka berlomba meraup pangsa
pasar sebesar-besarnya. Sebanyak-banyaknya.
Maraknya media sosial bukan sesuatu
yang mengherankan. Ia adalah respon kegelisahan atas ketersediaan informasi
yang sedikit dan akses yang sulit dijangkau. Kalaupun ada, informasinya
cenderung telat dan bukan sesuatu yang baru. Padahal masyarakat sekarang
membutuhkan informasi yang sangat cepat dan mudah diakses. Media sosial
menawarkan itu.
Arus informasi yang mudah diperoleh
tentu sesuatu yang sangat menyenangan. Tapi kemudian yang menjadi masalah
selanjutnya adalah apakah informasi tersebut valid atau tidak? Bermacam berita
yang kita temui benar-benar terjadi atau hanya karangan yang dibuat-dibuat?
Postingan-postingan di media sosial tersebut fakta atau hoax?
Hoax
Hoax (baca: hōks)
dalam kurun beberapa tahun terakhir seringkali kali muncul dalam trending topik
pembicaraan masyarakat kita. Hoax adalah informasi palsu, berita bohong, atau
fakta yang diplintir atau direkayasa untuk tujuan lelucon hingga serius
(politis) (Wikipedia).
Dalam
Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), hoax diterjemahkan menjadi hoaks yang
diartikan dengan “berita bohong”. Istilah lain berita bohong dalam konteks
jurnalistik adalah berita buatan atau berita palsu (Fabricated
News/Fake News). Hampir sama dengan berita bohong, berita buatan
adalah pemberitaan yang tidak berdasarkan kenyataan atau kebenaran (nonfactual)
untuk maksud tertentu.
Dengan
demikian, dalam dunia jurnalistik, hoax bukanlah hal baru.Hoax bertumbuh-kembang
seiring dengan popularitas media sosial. Media sosial memungkinan semua orang
menjadi publisher atau penyebar berita, bahkan “berita” yang dibuatnya sendiri,
termasuk berita palsu atau hoax.
Hoax
umumnya bertujuan untuk bersenag-senang atau humor. Namun, hoax juga bisa
dijadikan alat propaganda dengan tujuan politis, misalnya melakukan pencitraan
atau sebaliknya, memburukan citra seseorang atau kelompok.
Ciri-Ciri Hoax
Menurut Dewan Pers, ciri-ciri hoax adalah sebagai berikut:
1. Mengakibatkan
kecemasan, kebencian, dan permusuhan.
2. Sumber berita
tidak jelas. Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.
3. Bermuatan
fanatisme atas nama ideologi, judul, dan pengantarnya provokatif, memberikan
penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data.
Ciri hoax yang lain adalah sumber informasi yang
tidak jelas, judul yang tidak sesuai pada umumnya, huruf kapital, huruf tebal
dan tanda seru. Penyebar hoax biasanya juga menyertakan kata “copas dari grup
sebelah” atau “kiriman teman”.
Mengecek Hoax
Untuk mengetahui sebuah informasi hoax
ada atau tidak, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan :
1. Jika
berupa link, cek URL-nya dan cek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi
pemilik situs atau admin websitenya di menu/halaman “About Us” atau “Tentang
Kami”.
2. Jika informasi
yang diduga hoax itu diperoleh di WhatsApp (WA), tanyakan kepada pengirimnya,
dari mana ia memperoleh informasi tersebut. Jika jawabannya “kiriman teman”
atau “copas dari grup sebelah”, kemungkinan besar itu hoax.
3. Jika
berupa gambar/foto, buka saja Google Image. Klik icon kamera dan upload gambar yang mau
dicek atau copas link/url gambar yang akan dicek kebenarannya.
Dilansir tempo.co, pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu
disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana
maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."
Akhirnya, marilah menjadi pengguna
media sosial yang cerdas. Jika ada informasi, cek dan kroscek, diteliti dulu
kebenaran beritanya sebelum dibagikan. Jangan sampai kita menjadi oknum
penyebar apalagi pembuat berita palsu yang merugikan pihak lain dan diri
sendiri.
***
Komentar