Langsung ke konten utama

Memperkarakan Januari


Kenapa Januari dijadikan bulan pertama dalam kalender masehi atau Anno Domini (AD)? Kenapa bukan Februari, Maret dan yang lainnya?

Retoris sekali bukan?

Saya yakin semua bulan sebenarnya punya kapasitas yang sama untuk dijadikan sebagai awal. Hanya saja sejarah lebih memilih Januari. Sama kasusnya dengan kenapa Dude Herlino memilih Alyssa Soebandono yang manis itu untuk dijadikan istri. Padahal banyak wanita di sekelilingnya yang bersedia untuk dinafkahi. Ini konsep jodoh. Pasnya dengan yang itu.   

Latar belakangnya seperti ini. Pada mulanya Maret merupakan bulan pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM, Julius Caesar menambahkan bulan Januari dan Februari di depannya sehingga Maret menjadi bulan ketiga. Begitu. 

Januari sendiri diambil dari nama Dewa Janus. Janus ini dewa bermuka dua dalam arti sebenarnya. Satu muka menghadap ke depan yang lain menghadap ke belakang. Disebut juga dewa pintu. 

Oke, saya tidak akan lanjut membahas sistem penanggalan karena akan sangat panjang dan bertele-tele. Saya tidak yakin juga jika saya menuliskan Aloysius Lilius dan Paus Gregorius lantas kita akan menjadi paham perkara Konsili Nicea. Pembahasan sedikit sejarah penanggalan di atas cuma untuk menarik pembaca saja.

Saya ingin mengajak sampeyan untuk memperbincangkan hal-hal ringan. Kalau yang ringan sudah khatam baru kita lanjut ke hal-hal yang agak rumit. Ilmu memahami hati wanita, misalnya.

Entah kenapa saat ini saya ingin membahas masalah jodoh. Kalau bahasa kaum adam, tulang rusuk. Ini berawal dari salah seorang teman lama yang tetiba nginbox minta dicarikan jodoh seriusHahaha saya hanya bisa tersenyum elegan. Maksudnya, saya aja jomblo :)

Dari pengalaman saya dulu pas masih sregep mengikuti kajian-kajian keislaman di berbagai belahan bumi, yang saya tau, pintu jodoh itu ada 3, saudara;

1. Jodoh sampeyan adalah orang yang saat ini sedang diseriusi. Ingat! diseriusi lho ya, bukan sekedar mbribiki Ada komitmen untuk menuju jenjang lebih serius yaitu menikah. Cinta itu abstrak, menikah menjadikannya konkrit. Sekali lagi, konkrit! 

Jadi buat para ukhti, abaikan lagu Mizta dan Rizal Armada yang penggalan liriknya ‘Gunung kudaki lautupun kan kuseberangi, hingga kumiliki engkau pujaan hati’. Percayalah bahwa itu semua adalah kata-kata absurd. Kalau mau mendapatkan ya minta ke orang tuanya dengan baik. Bukan malah mendaki gunung dan nyebrang lautan. Sungguh mbelgedes sekali bukan? Ya lelaki memang kebanyakan senang ngegombal. Kecuali saya (cuih).

2. Kalau ternyata orang yang diseriusi gagal menjadi jodoh sampeyan. Maksudnya mungkin sampeyan diputusin gegara terlalu serius dan memiliki selera humor yang dangkal. Atau paling ekstrem ditinggal menikah dengan lelaki lain dan alasan-alasan lainnya, maka yang perlu sampeyan lakukan adalah berkaca bersabar. 

Mungkin jodoh sampeyan adalah orang yang datang dari masa lalu. Mbok jangan mikir macem-macem. Orang dari masa lalu itu bukan yang datang dari zaman pitekantropus erektus. Bisa jadi itu mantan yang dulu pernah memutuskan sampeyan. Bisa jadi itu teman masa kecil yang sering mandi bareng di sungai. Bisa jadi itu partner nyolong jambu semasa SD . Tapi bisa jadi bukan itu semua.

3. Kalau nomor satu dan dua rasa-rasanya sudah menjadi hil yang mustahal, ini yang terakhir, barangkali jodoh sampeyan adalah orang yang tak disangka-sangka. Min khaitsu laa yahtasib. Iya orang yang tak disangka-sangka. Mungkin saja jodoh sampeyan adalah ibu kantin yang sudah menjanda sepuluh tahun, ibu-ibu penjual donat di pasar, bisa pula penjual jamu gendong yang biasa muter-muter di kampung sampeyan. Hehe, kan orang yang tak disangka-sangka. 

--

Memang jodoh itu misteri. Jauh lebih misteri dibanding gunung merapi. Siapa dia tidak bisa kita prediksi dengan alat secanggih apapun. Dan tidak ada yang tau pasti kapan dan di mana kita akan bertemu dengannya. Tidak ada ada yang tau bukan lantas berpangku tangan, menunggu takdir datang dengan sendirinya. Seperti takdir yang lain, jodoh juga perlu usahakan. 

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum: 21) 

Saya yakin sampeyan sudah sering membaca ayat di atas. Biasa tertera di kertas-kertas undangan pernikahan. Sebuah ayat yang sangat jelas menerangkan perkara siapa jodoh kita: Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri. Jangan takut jangan khawatir, seakut apapun sampeyan menjomblo pasti jodohnya dari kalangan manusia pula hehe.

Sering sekali kita mendengar, jodoh merupakan refleksi dari diri kita. Jodoh adalah cermin. Sifat cermin itu terbalik. Bisa jadi karakter jodoh berkebalikan dari diri kita. Namun, meski terbalik, posisi atas dan bawah tetap sama. Sama tujuan dan visinya. Bisa menempatkan diri pada yang seharusnya. Yang terpenting, sama-sama cinta. Sampeyan bisa sepakat bisa tidak. 

Yang pasti, kisanak, jodoh tidak akan pernah tertukar. Ini bukan sinetron yang mampu menukar-nukar seenaknya. Jodoh sampeyan kelak akan berada di dekapan sampeyan sendiri. Begitu juga jodoh saya tidak akan mungkin mengkhianati takdir dan mendarat di pelukan lelaki lain. Demikian,

Jadi....

Kenapa harus Januari? Tsaaaaahhhhhhh..

Solo. 04-01-2015. 07.10 WIB

Komentar

Anonim mengatakan…
karena antara tulang rusuk dengan pemiliknya tak akan mungkin tertukar..dan akan bertemu pada saatnya..

Rekomendasi

Tuhan-Tuhan Kecil

Sebagian manusia dengan segala kelebihannya sadar atau tidak menjelma menjadi Tuhan-Tuhan kecil. Mengatur seenak hati, segala omongannya harus dituruti, dan antikritik. Mengklaim apa yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran dan harus diyakini,diperhatikan,diamalkan. Tanpa mereka sadar bahwa manusia punya banyak kekurangan. Orang-orang seperti ini selalu mengedepankan ego. Ingin selalu didengarkan, ingin selalu diperhatikan, ingin ditempatkan diposisi tertinggi. Tapi disaat bersamaan mereka menutup telinga dari pembicaraan orang luar, acuh terhadap sekitar dan menginjak-injak harga diri orang lain. Bicara masalah perasaan tapi menyakiti perasaan manusia lainnya. Ada semacam inkonsistensi disini. Mungkin mereka lupa bahwa bukan cuma mereka yang memiliki perasaan. Orang lain juga. Antikritik. Mungkin karena pandangan subyektifnya merasa benar maka segala tindak tanduknya dianggap juga benar. Ketika ada teguran dianggap angin lalu saja. Yang lebih parah adalah ketika dit...

Sore Kala Itu

          Sore mengingatkanmu tentangnya. Dia yang hadir membawa setitik keindahan yang sulit dijelaskan. Keindahan yang tercipta dalam diam. Kalian tidak pernah berbicara, hanya saling lempar senyum saat berpapasan. Bagimu sudah cukup. Maka sore adalah waktu yang tak akan kau lewatkan begitu saja. Kau selalu menyempatkan melewati jalan yang biasa kau lewati. Berharap yang kau cari ada disana. Detak jantungmu meningkat begitu sosoknya mulai terlihat. Kau ingin berbalik dan mengurungkan untuk menyapanya. Tapi itu tak akan kau lakukan. Bagimu beberapa detik di sampingnya—meski hanya sesaat, adalah kebahagian yang barangkali sulit terulang. Kau tak selamanya bisa bertemu dengannya, kan? Langkahmu semakin cepat saat dia semakin dekat. Berharap dia tidak melihat wajahmu yang tetiba malui. Kau ingin situasi ini segera berlalu. Namun di sisi lain kau mengharapkan waktu melambat dan mengabadikan senyummnya yang membuatmu tak bisa terlalu la...

Senandika

Semua yang tertanam masih ada kemungkinan akan tercerabut. Semua yang tersembunyi cepat atau lambat akan terlihat. Maka bukalah topengmu , tampakkan wajahmu dengan percaya dirimu. Hancurkan kesombongan-kesombongan yang menguasai hatimu. Hempaskan dendam setinggi-tingginya kemudian pukullah sekeras-kerasnya sampai ia hilang tertelan bumi.   Runtuhkanlah egomu dan akhiri segala dendam yang selama ini kau tanam. Seperti ranjau yang apabila terinjak akan meledak saat itu juga, aku tak ingin melihat kau terluka berdarah-darah. Kalaupun luka itu ringan, kau pasti tak akan pernah menginjakkan kaki di tempat yang sama—tempat yang di dalamnya memendam senjata mematikan.  Aku melihat semangat yang kau bangun mulai memudar. Terhapus oleh keangkuhan dan keegoisan yang makin menjadi-jadi. Wajah yang penuh amarah menjadi pandangan wajib tatkala kau ‘harus’ bertatap muka dengan manusia-manusia itu. Harusnya kau mampu menahan amarahmu dan memberikan sedikit sunggingan seny...